Kalbar – Sebuah kisah menginspirasi datang dari Rendi Arif Pratama, atlet paralimpik berbakat yang kini memulai perjalanan baru sebagai bintara Polri. Rendi, yang telah menyandang medali dalam ajang olahraga atletik, memilih untuk mengejar mimpi baru dengan bergabung dalam institusi kepolisian, sebuah langkah yang juga merupakan penghormatan terhadap jejak yang ditinggalkan oleh sang ayah, prajurit TNI AD Sersan Kepala (Serka) Hendri Saputra.
Rendi berbicara tentang keinginannya untuk melayani negeri dengan semangat yang tinggi. “Saya ingin seperti ayah saya, menjadi abdi negara. Awal sebelum Polri membuka penerimaan anggota disabilitas, cita-cita saya jadi guru,” ungkap Rendi selama pembinaan di Sekolah Polisi Negara (SPN) Polda Sumatera Utara, Hinai, Langkat, Sumut. Peraih medali perunggu di bawah mencitakan keseriusannya saat mengetahui Polri membuka kesempatan bagi penyandang disabilitas untuk menjadi polisi. Melalui media sosial TikTok, ia menemukan kesempatan yang akhirnya mendapat dukungan penuh dari keluarga saat ia mendekati Polres Deli Serdang untuk mencari informasi lebih lanjut.
Kisah Rendi menggugah banyak hati, termasuk bagaimana ia belajar untuk mandiri sejak dini meskipun menghadapi tantangan dan perundungan. Ia bercerita, “Saya waku masih kecil saya pikir saya tidak disabilitas, saya pikir saya normal. Saya tahu saya disabilitas setelah teman-teman saya bilang saya cacat kelas 3 SD.” Pengalaman pahit tersebut tidak menyurutkan semangat Rendi. Sebaliknya, ia mengambil pelajaran berharga dari setiap ejekan dan memandang dirinya sebagai seorang yang istimewa berkat dukungan kedua orang tuanya.
Sang ibu, yang pernah menguncinya dalam sebuah ruangan sebagai cara mengajarkan kemandirian, merasakan kebanggaan yang besar ketika Rendi berhasil mengenakan bajunya sendiri. “Nggak lama saya ketuk (pintu) dari dalam, saya bilang sudah berhasil pakai baju sendiri. Ibu menangis terharu,” kenang Rendi, yang juga memiliki kemampuan di bidang komputer yang dianggapnya bisa bermanfaat bagi Polri.
Selama tahapan masuk SPN Polda Sumut, remaja berusia 17 tahun ini merasakan perubahan menjadi lebih disiplin dan tegas. “Yang paling terkesan waktu saya datang kemari (SPN Polda Sumut), waktu disuruh cepat-cepat pakai baju dan sepatu. Saya merasakan, ‘Oh begini sekolah polisi’,” tutur Rendi, yang juga bersyukur atas perlakuan setara yang diterimanya. “Di lingkungan SPN saya merasa rekan-rekan dan pengasuh, terutama pengasuh tidak ada bedakan satu dengan yang lain. Mau saya begini, mau saya begitu, sama di sini semua, rata.”
Dalam kebijakan inklusif yang diprakarsai oleh Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, Polri telah merekrut 16 penyandang disabilitas pada penerimaan Bintara Tahun Anggaran 2024. Asisten Kapolri bidang SDM Irjen Dedi menjelaskan kepercayaan ini berakar dari rekrutmen tahun sebelumnya, “Polri pada tahun 2023 sebenarnya sudah melakukan rekrutmen terhadap kelompok disabilitas tapi untuk golongan ASN atau pegawai negeri pada Polri (PNPP). Dari situ berproses, Pak Kapolri tambah yakin, ‘Saya minta (difabel menjadi-red) anggota Polri.'”
Kisah Rendi Arif Pratama tak hanya merupakan langkah maju bagi inklusivitas di tubuh kepolisian Indonesia, tetapi juga sebuah bukti bahwa semangat dan ketekunan dapat mengubah hambatan menjadi langkah besar dalam mengabdi kepada negeri.